Selasa, 23 Desember 2008

Prinsip Perancangan Logo

Lebih dari sekedar mengkomunikasikan “nama” perusahaan, logo merupakan kombinasi antara merek (brand) merupakan kombinasi dari merek, menjadi simbol visual dari merek, dan sekaligus menjadi “nama” dari merek tersebut dalam bentuk yang unik. Begitu catatan yang kita petik dari Al Ries dan anak perempuannya, Laura Ries dalam The 22 Immutable Laws of Branding. Logo, baik berupa tipografi maupun simbol grafis, bertugas untuk membangun persepsi awal tentang merek dan kemudian menjadi representasi dari nama merek. Meski nama merek tidak tercantum, logo yang kuat segera mengingatkan orang pada sebuah nama merek.

logo dirancang untuk mampu mengkomunikasikan kesan tentang merek, karakter merek maupun perusahaan, serta wibawa merek (brand charisma). Sehingga begitu orang melihat sebuah logo, ia segera ingat pada merek yang diwakili oleh logo tersebut beserta berbagai atributnya. Begitu melihat logo, seseorang langsung memiliki kesan yang sangat kuat terhadap merek maupun produknya.
logo yang kuat memberi pengaruh besar terhadap persepsi konsumen, terutama bagi konsumen yang masih berada pada jenjang suspect, yakni calon pelanggan yang kecurigaan dan rasa kurang percayaannya terhadap produk maupun merek masih sangat kuat. Logo yang dirancang dengan matang, seksama dan komunikatif akan mampu mengubah suspect menjadi prospect atau bahkan customer. Apa penyebabnya sedangkan ia belum memiliki pengalaman terhadap produk? Kesan yang berhasil dibangun oleh logo.
logo yang efektif harus dapat menimbulkan kesan yang kuat dalam waktu kurang dari 30 detik. Ini untuk logo yang bergerak, atau logo yang diinderai dengan bergerak cepat. Misalnya logo yang dipasang untuk display, logo yang dipampang pada billboard yang ada di jalan, maupun logo di websites. Logo penerbit pada sebuah buku dapat diinderai dalam waktu yang lebih lama ketika seorang calon pembeli sedang memperhatikan buku yang mencantumkan logo tersebut. Tetapi perancangan logo harus tetap mengasumsikan bahwa logo tersebut diinderai dengan bergerak, yakni sebagaimana seorang calon pembeli berjalan-jalan dan melihat selayang pada berbagai produk yang ada, dimana display toko dipadati oleh produk-produk kompetitor.

logo yang efektif dan powerful
Dalam buku The 22 Immutable Laws of Branding, Al Ries dan Laura Ries menulis bahwa logo dapat memiliki beragam bentuk. Bundar, segi empat, oval, horisontal, vertikal. Namun semua bentuk logo tidak diciptakan serupa di mata konsumen.
“Karena mata konsumen Anda diciptakan bersebelahan secara horisontal, maka bentuk ideal dari logo adalah secara horisontal pula. Kira-kira lebarnya dua seperempat bagian dan tingginya satu bagian,” kata Al Ries, “Bentuk horisontal ini akan memberikan dampak maksimal bagi logo Anda. Ini berlaku dimana pun logo tersebut dipakai: di gedung, brosur, kop surat, iklan atau kartu nama.”
Desain horisontal sebuah logo terutama penting saat logo dipajang di counter-counter penjualan. Di papan pengumuman atau spanduk, sebuah logo vertikal sangat tidak menguntungkan. Logo yang mengandalkan pada pembacaan bergerak, diinderai dalam waktu sangat cepat, harus menggunakan desain horisontal sekaligus mensyaratkan kesan dinamis. Corporate bisa membangun kesan sebagai merek yang maju, progressif, matang dan inovatif melalui logo yang memiliki kesan dinamis. Pemilihan warna yang tepat dari logo akan memperkuat efek yang ditimbulkan, positif maupun negatif. Kurt Geer, penulis The Psychology of Colors in Advertising and Marketing, menunjukkan bahwa warna memberi pengaruh sangat kuat pada alam bawah sadar kita (subconscious) dan menimbulkan reaksi positif maupun negatif dalam waktu 90 detik. Pemilihan warna yang tepat akan meningkatkan efektivitas sebuah logo.
logo Garuda Indonesia adalah contoh yang baik. Memberi kesan sangat dinamis, berpadu dengan warna yang tepat. Artinya, pemilihan warna tidak hanya berdasar alasan keindahan. Tetapi lebih penting adalah efek psikologis berupa kesan prasadar (subconscious) yang tepat dan kuat. Khusus berkait dengan warna, terutama dalam kaitannya dengan kebutuhan periklanan dan pemasaran, banyak ahli yang telah menulis. Bidang ini telah menjadi perhatian dalam dunia psikologi, komunikasi, periklanan maupun pemasaran.
Al Ries, pakar pemasaran yang sangat dikagumi kepakarannya dalam masalah positioning, memperingatkan bahwa desainer logo sering serampangan dalam memilih tipologi huruf untuk mengekspresikan atribut merek tanpa melihat pertimbangan apakah logo tersebut bisa dengan mudah dibaca (ingat, perancangan logo HARUS mengasumsikan bahwa calon pelanggan menginderai logo kita kurang dari 30 detik!). Peringatan Al Ries ini sangat perlu kita perhatikan. Lebih-lebih jika desainer memang tidak secara khusus mendalami logo, atau sekurang-kurangnya tidak memahami prinsip-prinsip logo yang baik. Sangat fatal akibat yang ditimbulkan oleh kesalahan pemilihan logo. Sekali lagi, karena logo tidak sekedar mengkomunikasikan nama. Ia juga mengekspresikan citra produk, citra merek dan citra perusahaan. Melihat logo –dan nantinya kemasan, termasuk cover buku—calon pelanggan akan menetapkan “harga yang pantas” bagi produk tersebut. Calon pelanggan juga mempersepsi kualitas internal produk melalui kesan terhadap logo dan pada akhirnya mencakup kemasan secara keseluruhan.
Dari berbagai studi, logo dengan menggunakan tipografi –pemilihan tipologi huruf yang sesuai—cenderung lebih efektif, dan memudahkan untuk membangun brand-awareness. Penggunaan simbol-simbol grafis sebagai logo memang masih sangat mungkin menghasilkan kekuatan komunikasi yang efektif dan mengesankan (impressing). Tetapi butuh kecermatan dan perencanaan yang jauh lebih matang, dan memerlukan proses sosialisasi yang lebih menelan biaya. Contoh logo berupa simbol yang sangat efektif adalah Mercedes dan Garuda Indonesia. Perusahaan umumnya melakukan perubahan logo untuk membangun kesan lebih akrab, personal, dinamis, atau kesan lain yang lebih positif, selain alasan-alasan khusus semisal perubahan positioning produk.
Berkenaan dengan penggunaan tipologi huruf, Al Ries dan Laura Ries memperingatkan dalam The 22 Immutable Laws of Branding, “Jika tipologi huruf tersebut tidak terbaca, maka logo tersebut menjadi kecil maknanya dan bahkan tak bermakna sama sekali di benak konsumen. Bukan dikarenakan oleh tipologi huruf yang dipakai, tapi lebih karena konsumen memang tidak dapat membaca. Mampu tidaknya sebuah logo dibaca (dengan mudah) adalah pertimbangan yang paling penting dalam pemilihan tipologi suatu logo.”
Keterbacaan sebuah logo yang menggunakan tipografi, sangat ditentukan selain oleh pemilihan tipologi huruf yang sesuai, juga oleh penggunaan warna yang tepat. Pemilihan warna berkait erat dengan karakter dan kesan yang ingin ditimbulkan, sehingga secara keseluruhan akan menimbulkan kebanggaan bagi konsumen ketika membawa produk yang di dalamnya terdapat logo tersebut. Di sini, logo memberi identity benefit. Manfaat berupa identitas. Logo berpengaruh pada pembentukan wibawa merek (brand charisma).
Dalam Color Psychology, disebutkan, “Penting artinya memahami psikologi pemilihan warna. Sebuah pemilihan warna yang baik membantu menciptakan sistem identitas yang lebih efektif, sementara pemilihan warna yang buruk dapat secara nyata merusak citra lembaga Anda di mata masyarakat.”
Kurt Geer, seorang konsultan logo, memberi rekomendasi agar menggunakan tidak lebih dari 3 warna dalam satu logo. Catatan Kurt Geer ini harus saya tambahkan bahwa penggunaan tiga warna merupakan batas maksimal efektif. Setiap warna harus tampil secara solid. Akan lebih baik apabila logo disusun kurang dari tiga warna. Jadi misalnya logo itu terdiri dari tipologi huruf dan di bawahnya menggunakan garis yang kuat, maka penggunaan warna dapat dirancang dalam bentuk –katakanlah—tipologi huruf menggunakan warna tertentu dan garis dirancang dengan warna lain yang berbeda.
Secara ringkas, perancangan logo mengikuti beberapa prinsip. Pertama, kesederhanaan (simplicity). Selain menarik, logo harus sederhana sehingga mudah menancap dalam ingatan kita. Mudah kita ingat, mudah kita gandakan. Kedua, kelenturan (flexibility). Logo yang baik harus mudah diaplikasikan ke dalam berbagai bentuk media promosi. Meskipun teknologi percetakan sudah banyak memudahkan aplikasi logo, perancangan logo tetap harus memperhitungkan aspek kelenturan. Ketiga, keterbacaan (legibility). Selain menarik, mudah digandakan dan mudah diaplikasikan, logo juga harus mudah dibaca. Orang mudah membedakan logo kita dengan logo lain.

sekolah, lambang dan logo
Selain logo, ada lambang. Ini merupakan komunikasi visual dari makna, prinsip dan berbagai hal yang ”sakral” bagi organisasi. Sekolah maupun perguruan tinggi umumnya berada di bawah organisasi yang memiliki lambang sakral tersebut. Anda tentu hafal dengan lambang Muhammadiyah, Hidayatullah, Persis dan berbagai organisasi lain. Umumnya lambang ini secara otomatis menjadi logo sekolah atau perguruan tinggi. Resikonya, citra sekolah tersebut kurang kuat, terutama ketika rentang kualitas sekolah sangat jauh. Penggunaan lambang organisasi sebagai logo sekolah hanya menguntungkan apabila citra keseluruhan organisasi sangat baik, citra seluruh sekolah yang berada di bawah naungan organisasi tersebut baik, dan apabila lambang organisasi mudah diingat serta memiliki daya beda yang tinggi. Meskipun demikian, penggunaan lambang organisasi secara seragam menyulitkan sekolah melakukan diferensiasi. Sulit orang membedakan antara sekolah Muhammadiyah yang satu dengan sekolah Muhammadiyah lainnya.
Keputusan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) membuat logo sendiri merupakan langkah berani yang sangat positif bagi pemasaran sekolah. UMY membedakan antara penggunaan logo dan penggunaan lambang perguruan tinggi Muhammadiyah. Yang pertama terutama untuk komunikasi pemasaran, yang kedua lebih berkait dengan urusan-urusan formal dan ”sakral”. Sayangnya, kekuatan logo baru tidak diikuti kekuatan tag line. Kalimat ”A Leading and Enlightening University” susah diucapkan. Tidak mengalir. Dua bunyi "en" yang berurutan, membuat pengucapan tidak lancar, bahkan oleh orang Inggris sendiri.
Berkenaan dengan penggunaan logo ini, UMY memilah antara lambang resmi dan lambang pendamping. [Mohammad Fauzil Adhim, SchoolMarketing]

1 komentar:

Unknown mengatakan...

enaknya logo apa lagi kalau buat buletin untuk sd yang akan di sebarkan di TK?????